Rangkuman Materi PAI Kelas 11 Bab 7 Kurikulum Merdeka
Kherysuryawan.id –
Rangkuman/Ringkasan materi pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) Kelas 11 Semester
2 Kurikulum Merdeka Bab 7 “Menguatkan Kerukunan melalui Toleransi dan
Memelihara Kehidupan Manusia”.
Halo sahabat kherysuryawan yang berbahagia, selamat
berjumpa kembali di website pendidikan ini. Pada postingan kali ini admin akan
membahas tentang materi yang ada pada mata pelajaran PAI di kelas 11 khususnya
pada Bab 7 yang berjudul “Menguatkan Kerukunan melalui Toleransi dan Memelihara
Kehidupan Manusia” yang akan di pelajari di semester 2 kurikulum merdeka.
Disini admin telah menyiapkan ringkasan materinya secara
lengkap, yang mana seluruh materi ini di ambil dan bersumber dari buku siswa
PAI kelas 11 Bab 7 kurikulum merdeka. Sebagai informasi bahwa pada materi PAI
kelas 11 Bab 7 ada 4 materi inti yang akan di pelajari nantinya, diantaranya
yaitu sebagai berikut :
1. Menjaga
Kehormatan
2. Ikhlas
3. Malu
4. Zuhud
Baiklah bagi sahabat pendidikan yang ingin melihat
ringkasan/rangkuman materi PAI kelas 11 Bab 7 semester 2 kurikulum merdeka,
maka di bawah ini sajiannya :
RANGKUMAN PAI KELAS 11 BAB 7 KURIKULUM MERDEKA
1. Menjaga Kehormatan
Maksud dari menjaga kehormatan adalah menjaga harga diri,
nama baik, dan kemuliaan diri. Dengan kata lain menjaga harkat, martabat dan
harga diri manusia. Menjaga kehormatan dalam Bahasa Arab disebut dengan
muru’ah.
Muru’ah adalah proses penjagaan tingkah laku seseorang
agar sejalan dengan ajaran agama, menghiasi diri dengan akhlak terpuji dan
menjauhi segala bentuk keburukan. Ada juga yang memberi definisi sebagai
kemampuan untuk menghindari perbuatan yang negatif/buruk, sehingga dapat
menjaga harkat, martabat, harga diri, dan kehormatan diri.
Sikap Muru’ah dibagi menjadi tiga macam, yaitu:
1) Muru’ah
terhadap diri sendiri. Maksudnya adalah mempertahankan serta melaksanakan
perilaku yang mulia dan menghindari perilaku yang tercela di manapun dan
kapanpun meskipun dalam keadaan sendiri;
2) Muru’ah
terhadap sesama makhluk. Maksudnya adalah menjaga perilaku yang mulia dan
menghindari perilaku yang tercela kepada orang lain baik di lingkungan
keluarga, sekolah, dan masyarakat;
3) Muru’ah
terhadap Allah Swt. Maksudnya merasa malu kepada Allah Swt. sehingga membuat
seseorang untuk selalu melaksanakan semua perintah-Nya, menjauhi semua
larangan-Nya, dan merasa malu apabila berbuat bermaksiat kepada-Nya
Diantara contoh muru’ah dalam kehidupan sehari-hari
adalah:
1) Menjaga
perkataan dengan tidak mengejek teman ataupun berkata kasar;
2) Menggunakan
pakaian yang mencerminkan syariat Islam bukan menggunakan pakaian yang
menampakkan lekuk tubuh;
3) Menjauhi
pergaulan bebas dan zina;
4) Menjauhi
makan dan minuman yang haram;
5) Mempergunakan
harta di jalan yang baik. Diantaranya bisa dengan bersedekah, menyantuni anak
yatim, memberikan beasiswa;
6) Tidak
menyalahgunakan jabatan yang dimiliki.
2. Ikhlas
Kata ikhlas dari bahasa Arab. Secara bahasa kata ikhlas
berarti murni, tidak bercampur, bersih, jernih, mengosongkan dan membersihkan
sesuatu. Ikhlas berarti suci dalam berniat, bersihnya batin dalam beramal,
tidak ada pura-pura, lurusnya hati dalam bertindak, jauh dari penyakit riya’ serta
mengharap ridha Allah semata. Kaitannya ibadah, secara bahasa ikhlas berarti
tidak memperlihatkan amal kepada orang lain. Sedangkan secara istilah,
al-Jurjani dalam kitabnya al-Ta’rifat memberikan pengertian ikhlas adalah
membersihkan amal perbuatan dari hal-hal yang mengotorinya seperti mengharap
pujian dari makhluk atau tujuan-tujuan lain selain dari Allah. termasuk juga
tidak mengharap amalnya disaksikan oleh selain Allah.
Dengan kata lain ikhlas adalah sikap yang dilakukan
seseorang dalam melaksanakan perintah-perintah Allah Swt. dan tidak mengharap
sesuatu apapun, kecuali ridha Allah Swt. Jadi, ikhlas merupakan sesuatu hal
yang sifatnya batin dan ia merupakan perasaan halus yang tidak dapat diketahui
oleh siapapun kecuali pelakunya dan Allah Swt.
Ali Abdul Halim (2010) mengatakan bahwa ikhlas dapat
dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu.
a) Orang
awam (umum). Pada tingkatan ini seseorang beribadah kepada Allah Swt.,
tujuannya mencari dan menghitung keuntungan dunia dan akhirat. Contohnya:
seseorang melakukan ibadah shalat atau memberi shadaqah kepada anak yatim
dengan tujuan ingin agar badannya sehat, hartanya banyak, mendapat bidadari dan
nanti di akhirat masuk surga.
b) Orang
khawash (khusus). Pada tingkatan ini, seseorang beribadah hanya untuk mencari
keuntungan akhirat bukan lagi berorientasi pada keuntungan dunia. Seseorang
pada tingkatan ini, beribadah sambil hatinya berharap untuk memperoleh pahala,
surga, dan semua yang berorientasi pada akhirat.
c) Orang
khawashul khawas (excellent). Seseorang masuk dalam tingkatan ini, apabila ia
beribadah tidak ada motivasi apa pun, kecuali mengharap ridha dari Allah Swt.
Ia beribadah setiap hari bukan sebagai kewajiban, tetapi menjadi kebutuhan
sebagai seorang hamba. Dengan kata lain Ia beribadah tidak lagi didasari
keinginan dunia maupun akhirat, melainkan didasari oleh rasa mahabbah (cinta)
dan rindu kepada Allah Swt. Sehingga orang pada tingkatan ini mencapai
kenikmatan dalam setiap ibadah yang dikerjakan.
Imam Dzun Nun menjelaskan ada tiga ciri seseorang yang
ikhlas dalam beramal:
1) Tidak
lagi mengharap/menghiraukan pujian dan hinaan orang lain
2) Tidak
lagi melihat kepada manfaat dan bahaya perbuatan, tetapi pada hakikat
perbuatan, misalnya bahwa amal yang kita lakukan adalah perintah Allah.
3) Tidak
mengingat pahala dari perbuatan yang dilakukan.
3. Malu
Malu dalam bahasa Arab disebut kata al-haya’. Malu
disebutkan oleh Nabi Saw sebagai cabang dari iman karena dengan sifat malu
seseorang dapat tergerak melakukan kebaikan dan menghindari keburukan. Sifat
malu akan selalu mengantarkan seseorang pada kebaikan. Jika ada seseorang yang
tidak berani melakukan kebaikan, maka sebabnya bukanlah sifat malu yang
dimilikinya, tetapi itu disebabkan sifat penakut dan kelemahan yang dimiliki
seseorang tersebut.
Menurut Ibnu Hajar penulis kitab Fath al-Bari, malu
dibagi menjadi dua, yaitu.
1) Malu
naluri (gharizah) yakni sifat malu yang Allah ciptakan pada diri hamba sehingga
mengantarkan hamba tersebut melakukan kebaikan dan menghindari keburukan serta memotivasi
untuk berbuat yang indah. Inilah yang termasuk cabang dari iman, karena bisa
menjadi perantara menaiki derajat iman.
2) Malu
yang dicari/dilatih (muktasab). Sifat malu ini adakalanya bagian dari iman,
seperti rasa malu sebagai hamba di hadapan Allah pada hari kiamat, sehingga
menjadikannya mempersiapkan bekal untuk menemui Allah di akhirat nanti.
Adakalanya juga malu ini bagian dari ihsan, seperti malunya hamba karena adanya
rasa taqarrub atau merasa selalu dalam pengawasan Allah, inilah puncak dari
macam-macam cabang iman.
4. Zuhud
Zuhud secara bahasa berarti sesuatu yang sedikit, tidak
tertarik terhadap sesuatu dan meninggalkannya. Jadi, zuhud berarti meninggalkan
dari kesenangan dunia untuk lebih mementingkan ibadah. Orang yang melakukan
zuhud disebut dengan zāhid.
Menurut Abu Sulaiman ad-Darani, zuhud adalah meninggalkan
sesuatu yang dapat menyibukkan diri kita sehingga melalaikan Allah. Dengan kata
lain menurut Abu Said bin al-A’rabi dari para gurunya, zuhud adalah
mengeluarkan kemuliaan harta dari dalam hati kita, maksudnya harta yang
dimiliki tidak menjadikan hati ini jauh dan lalai dari Allah.
Raghib al-Ishfahani menjelaskan bahwa zuhud bukan berarti
meninggalkan usaha untuk menghasilkan sesuatu, seperti yang banyak disalahpahami
orang, karena yang seperti itu mengantarkan pada kerusakan alam dan
bertentangan dengan takdir dan peraturan Allah. Menurutnya, orang yang zuhud
terhadap dunia adalah orang yang cinta kepada akhirat, sehingga ia menjadikan
dunia untuk akhirat.
Dalam Islam, cinta dunia bukan berarti meninggalkan harta
duniawi. Imam Ghazali dalam Kitab Ihya’ ‘Ulumudin menjelaskan bahwa zuhud bukan
berarti meninggalkan harta duniawi. Perilaku zuhud adalah seseorang mampu
mendapatkan/menikmati dunia tanpa menjadikan dirinya hina, tanpa menjadikan
nama baiknya buruk, tanpa mengalahkan kebutuhan rohani dan tanpa menjadikannya
jauh dari Allah.
Zuhud terhadap dunia sebagaimana yang diamalkan
Rasulullah Saw. dan para sahabat bukanlah mengharamkan hal-hal yang baik dan
mengabaikan harta. Selain itu orang yang zuhud tidak selalu identik dengan
berpakaian yang kumal penuh tambalan. Zuhud juga bukan duduk bersantai-santai
di rumah menunggu sedekah, karena sesungguhnya amal, usaha, dan mencari nafkah
yang halal adalah ibadah yang akan mendekatkan seorang hamba kepada Allah.
Sehingga harta tidak memperbudak dirinya.
RANGKUMAN INTI :
1. Diantara
cabang Iman adalah: menjaga kehormatan, ikhlas, malu, dan zuhud.
2. Menjaga
kehormatan adalah proses penjagaan tingkah laku seseorang agar sejalan dengan
ajaran agama, menghiasi diri dengan akhlak terpuji dan menjauhi segala bentuk
keburukan.
3. Ikhlas
adalah beribadah karena Allah bukan karena selainnya.
4. Malu
(haya’) ialah seseorang yang mampu menahan dan menutup diri dari hal-hal yang
akan dapat mendatangkan aib atau keburukan pada dirinya. Sifat malu sebagai
cabang iman seseorang dapat tergerak melakukan kebaikan dan menghindari
keburukan.
5. Zuhud
meninggalkan dari kesenangan dunia untuk lebih mementingkan ibadah. Dengan kata
lain zuhud adalah cara kita menyikapi harta dunia yang kita miliki tidak
menjadikan kita lalai dan jauh dari ajaran agama Islam.
Demikianlah sajian ringkasan/rangkuman materi pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) kelas 11 Bab 7 dengan judul “Menguatkan Kerukunan melalui Toleransi dan Memelihara Kehidupan Manusia”. Semoga ringkasan materi ini dapat membantu sahabat pendidikan yang ingin mengetahui isi dari materi PAI kelas 11 Bab 7 kurikulum merdeka. Sekian dan semoga Bermanfaat.